Antara Republic of Fear dan Republic of Hope

 Penulis : Ahmad Yani ( Pemerhati Masalah Sosial dan Politik ) 

 Ide berdirinya sebuah Republik adalah suatu ide untuk menyelenggarakan keadilan, kesetaraan dan kemajemukan. Di dalam republik kita menyelenggarakan Pluralisme. Artinya, kita bukan sekedar mengakui adanya perbedaan pandangan hidup, tetapi kita sendiri dapat berubah pandangan hidup. 

Dalam Pluralisme, kita tidak menyebut kebenaran itu “ Relatif “, tetapi kebenaran yang “ tentatif “ . Karena itu selalu terbuka kesempatan untuk berselisih pendapat, agar kita bisa berdiskusi dan berdialog. Di dalam Republik, Suasana percakapan publiklah yang lebih utama ketimbang fasilitas-fasilitas politiknya ( Partai, Pengadilan dan Birokrasi ). 

Di dalam republik, Manusia menyelenggarakan dirinya sebagai “ Zoon Politicon “, merundingkan kepentingan bersama, memutuskan keadilan dan mendistribusikan kebutuhan dasar secara merata. Saat ini, dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Sepertinya republik ini dihadapkan pada sebuah realitas, antara Republik of fear dan Republik of Hope. 

Tetapi tampaknya, arah perjalanan bangsa yang saat ini di nakhodai oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono (SBY BERBUDI ) lebih dominan dan menjurus kepada terciptanya Republic of fear ( Republik ketakutan ). Ini terlihat dari, berbagai persoalan yang mendera republik ini dalam kurung waktu pemerintahan pasangan SBY BERBUDI tersebut. Sebut saja, kemajemukan yang hanya bisa diucapkan dalam Pidato, tetapi realitasnya warga negara yang Minoritas semakin tersisihkan dan tersingkirkan.


 Hak Asasi Manusia yang selalu di Promosikan dalam berbagai Forum-forum Internasional, tetapi faktanya di dalam negeri kejahatan terhadap Kemanusiaan terus berproduksi dan negara memperlakukan pembiaran. Toleransi yang selalu di dengungkan oleh Negara terhadap semua komponen Bangsa, tetapi ketegasan Politik untuk menegakkan toleransi tidak di miliki oleh Pemimpin Bangsa. 


 Kepemimpinan Politik saat ini, tak mampu memberikan teladan moral yang mampu dijadikan kiblat. Perilaku para elit hanya bercorakkan penyimpangan yang mengakibatkan republik ini merana dirajam dalam berbagai penderitaan dan kesulitan moral dalam berbagai dimensi kehidupan republik ini, dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum. 


 Republik ini seperti sebuah wilayah yang tidak “ Bertuan “. Tak punya pemimpin, tak ada tatanan etika, sopan santun dan penghormatan, dan dilanda kemiskinan ekonomi yang akut. Republik ini sedang terjebak dalam egoisme destruktif, Negara yang diam dihadapan ketidakadilan sosial, Negara yang membiarkan Penindasan atas kelompok Minoritas, dan Negara yang tidak hadir dalam kekacauan sosial.


 Hukum rimba pun menyeruak dalam kehidupan republik ini, siapa yang kuat, dialah yang berhak menentukkan segalanya. Kerusuhan dan penjarahan, kemarahan, Skandal, Intimidasi, pembunuhan, pelecehan, kesewenangan-wenangan, ketidakadilan, diskriminasi dan eksploitasi kekayaan alamnya yang tak terkendali seolah menjadi wajah sangat akrab dengan wajah republik saat ini. Sehingga republik ini berubah menjadi sebuah republik yang tak “ Bertuan “. 


 Pada Puncak ketidakberdayaannya, Negara yang seharusnya memberikan garansi bagi terpenuhinya Hak-hak sosial, Ekonomi, dan Politik seolah telah kehilangan Momentum untuk menunjukkan kesungguhannya untuk membela rakyatnya. Dalam Jurnal Economist ( 3/12/ 2010 ) dalam sebuah analisis menulis dengan judul Short arms of the Law untuk melukiskan keterbatasan hukum dalam banyak kesempatan. Negara seperti kehilangan kekuatan saat harus berhadapan dengan para Mafia hukum. 


Pada saat itulah, Negara/ Pemerintah telah kehilangan Manfaat sosialnya. Republik ini seperti kesulitan dan gagap dalam dalam memberikan yang terbaik bagi rakyatnya. Mengpa wajah Republic ini demikian Karut-Marut sehingga menciptakan Republic of Fear ? Kapan wajah yang Republic of fear ini berubah wajah menjadi Republic of Hope yang menarik ?


 Masihkah ada harapan wajah Republik ini berubah wajah menjadi wajah yang menyejukkan, mendamaikan dan mencerahkan ? Jika kondisi carut – marut ini yang menciptakan Republic of fear terus berlangsung, tidak menutup kemungkinan negeri ini tinggal menunggu kehancuran. Di situlah, suatu bangsa dan negara memerlukan kepemimpinan politik yang visioner. Kepemimpinan yang cerdas, kepemimpinan yang mampu membangkitkan semangat dan harapan rakyat. 


 Kekuasaan memerlukan kecerdasan agar arah peradaban bangsa dapat dibayangkan dalam suatu psikologi harapan. Tetapi kesempatan untuk memperoleh psikologi harapan itu kini tidak tersedia, karena kepemimpinan yang ada hari, lebih berorientasi kepada pemenuhan ambisi kekuasaannya semata. Bangsa ini telah kehilangan sebuah Imajinasi akan sebuah Republic of Hope ( Republic Pengharapan ). 


Republik yang bernama Indonesia adalah sebuah negara Demokrasi, ini adalah fakta yang terus saja kita banggakan dan tidak bisa kita bantah. Namun, demokrasi yang hanya menghasilkan puja-puji, dan kerumitan dalam mekanisme pemilihan kepemimpinan. Kita memelihara Republik karena kita ingin hidup dalam kesetaraan, kemajemukan dan keadilan.

Belum ada Komentar untuk "Antara Republic of Fear dan Republic of Hope"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel