Ironi, Di tengah Bangga jadi NTB

Penulis : Ahmad Yani

 Melihat berbagai spanduk, baliho dan berbagai peragaan sosialisasi lainnya yang bertebaran di penjuru kota Mataram – yang bertuliskan “ Bangga jadi NTB “ yang disertai dengan foto dua Tokoh yang terpampang menyertainya, Penulis kemudian bertanya dalam hati, Apakah saat ini Musim dari kampanye kontestan Pilkada yang sedang menawarkan janji politik yang memikat dan meninabobokkan rakyat dengan dengan tema kampanye yang di usung ?. Kemudian sejenak penulis tersadar bahwa musim Pilkada telah lewat. 


Dan ternyata “ Bangga jadi NTB “ tulisan yang terdapat di berbagai Spanduk, Baliho, dan peragaan sosialisasi lainnya adalah Tema peringatan HUT NTB yang ke 52 dan dua foto tokoh yang terpampang menyertainya adalah Gubernur NTB KH. Zainul Majdi dan Wakil Gubernur H.Badrul Munir. Ada perasaan yang miris dalam diri Penulis manakala melihat ajakan untuk mengedepankan rasa “ Bangga jadi NTB” yang bertebaran lewat baliho, spanduk dan peragaan soaialisasi lainnya.


 Ajakan “ Bangga jadi NTB “ akan terasa sumbang manakala kita dihadapkan dengan realitas kehidupan yang masih melingkupi masyrakat NTB : Kemiskinan yang masih sangat tinggi, Pengangguran, Gizi Buruk yang masih terus terjadi, korupsi yang masih berjubel, Pelayanan Birokrasi yang masih lambat dan kurang responsif, Kualitas Pendidikan yang masih rendah dan komersialisasi pendidikan yang semakin menggila, Pelayanan kesehatan yang masih kurang memadai dan Masih diskriminatif, Penderitaan TKI asal NTB yang tidak berkesudahan, kekerasan sosial ( Tawuran Antar Warga ) yang masih kerap terjadi, Persoalan Kelistrikan yang kerap “ Byarpet “ dan belum mampu sepenuhnya teratasi oleh pemerintah, Prasarana jalan yang rusak dan banyak dikeluhkan di berbagai wilayah NTB, Terdapat Ratusan desa yang masih tergolong sangat jauh tertinggal di NTB, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB yang masih sangat memprihatinkan dan secara Nasional masih menempatkan daerah kita pada level setingkat di atas juru kunci – level 32 dari 33 provinsi yang ada.


 Hal ini menjadi tanda tanya besar ?. Di tengah ajakan “ Bangga Menjadi NTB “ yang begitu masif di kampanyekan oleh Pemerintah Provinsi NTB, BPS merilis 10 Provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia – NTB masuk enam besar Provinsi dengan Prosentase kemiskinan tertinggi di Indonesia. 21,55 % atau setara dengan 1.009.352 juta jiwa penduduk daerah ini masuk kategori Miskin, dari total 4,4 juta jiwa populasi penduduk NTB. Yang lebih memprihatinkan Prosentase kemiskinan di NTB ini jauh di atas prosentase rata-rata angka kemiskinan nasional yang mencapai 13,3 % sebagaimana dirilis BPS. Jumlah penduduk NTB yang masuk Kategori Miskin yang dirilis BPS, akan terasa sangat kontras dengan ajakan “ Bangga jadi NTB “ tema HUT NTB ke 52 dalam massa tiga tahun kepemimpinan Pasangan BARU. Apakah mungkin kemudian Masyrakat NTB, yang masih terlalu banyak kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya ( sandang, pangan dan papan ) secara terbatas karena persoalan kemiskinan akut yang masih mendera mereka ( Masyrakat ), di ajak untuk ” Berbangga “ dengan kondisi kehidupannya ??. 


Apakah tidak sebaliknya yang ada adalah perasaan nestapa, rendah diri, ketidakadilan, dan keterpinggiran ?? karena kemiskinan yang harus dihadapi dalam kehidupan mereka ( Masyrakat ) Masalah kemiskinan sesungguhnya adalah bukti dari sejauh mana kemampuan pemerintah telah bekerja untuk bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.


 Dalam suatu negara atau daerah yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat anak-anak tidak mendapatkan gizi yang cukup ( Busung lapar ), kemiskinan membuat anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya Investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan telah menyebabkan masyrakat secara sangat terbatas kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Padahal sesungguhnya, Tingkat keadaban dan peradaban suatu bangsa atau suatu daerah bisa di ukur dari sejauh mana kemampuan negara atau daerah tersebut untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar masyrakatnya.


 Semakin banyak kebutuhan dasar warganya yang terpenuhi seperti sandang, pangan, papan , pendidikan dan kesehatan, maka kian beradablah suatu bangsa atau daerah itu. Problem kemiskinan adalah Masalah kelembagaan. Masalah struktural yang melingkupi masyrakat miskin antara lain ketidakadilan pengausaan alat produksi terutama tanah, kualitas sumber daya manusia yang masih rendah, subsidi, akses memperoleh kredit dan ketiadaan akses pasar. 


 Sungguh ironis, NTB yang memiliki sumber daya alam yang melimpah namun masyrakatnya tetap miskin, bahkan mengadu nasib di berbagai negara sebagai tenaga kerja, terutama negeri jiran ( malaysia ) karena ketidakmamupan pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan di daerah. Pemerintah pun nilai kurang mampu memberikan perlindungan hukum kepada para tenaga kerja. Hampir setiap saat berbagai persoalan masih terus menimpa dan menghantui tenaga kerja asal NTB – terayir kasus penyiksaan yang menimpa sumiati di Arab Saudi dan menjadi pemberitaan nasioanl.


 Persoalan krusial yang masih terus dan harus di hadapi Provinsi NTB adalah Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ) NTB yang saat ini masih berada pada level 32 dari 33 Provinsi yang ada di Indonesia - tiga tahun massa kepemimpinan Pasangan BARU IPM NTB tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti, terbukti dengan IPM NTB yang tidak sedikitpun bergeming dan beranjak dari level 32 dari 33 Provinsi yang ada di Indonesia. Ini artinya, NTB belum mampu secara Maksimal membangun segenap potensi yang dimilikinya dan memberdayakan sumber daya Manusia ( SDM ) yang unggul serta berkualitas. 


 Indikator berhasilnya tidaknya Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ) di sebuah wilayah ditentukan tiga faktor. Pertama, Sejauh mana Publik mendapatkan pelayanan Pendidikan yang memadai. Kedua, Sejauh mana Kualitas layanan kesehatan yang di berikan kepada Publik. Ketiga, Bagaimana tingkat pendapatan ekonomi Masyrakat. Jika tiga indikator ini terpuruk, maka akan sangat berimbas kepada rendahnya kualitas pembangunan manusia di daerah tersebut. Apa tujuan dibentuknya suatu pemerintahan ?. 


 Antara lain untuk memberikan kesejahteraan dan menjamin rasa keadilan bagi masyrakat. Jika tujuan mendasar tersebut gagal dijalankan birokrasi, maka prahara pemerintahan akan terjadi. Birokrasi pemerintahan merupakan mesin utama yang menjadi penggerak roda pembangunan dan pemenuhan segala pelayanan kepada masyrakat. Bagaimana kemudian Birokrasi NTB ?.

 Belakangan ini, sejumlah media massa lokal mengungkap berbagai trik dan pola kalangan pejabat birokrat dalam melakukan korupsi – termasuk perjalanan dinas yang banyak dimanfaatkan untuk menambah fundi-fundi kantong para pejabat pemerintahan, sehingga anggaran yang seharusnya dipergunakan untuk kepentingan rakyat – bocor ke kantong para pejabat. Birokrasi yang tidak efektif dan efisien, sesungguhnya merupakan ladang yang subur bagi perilaku koruptif para pejabat pemerintahan. 


 Tingginya masih tingkat korupsi yang terjadi di pemerintahan yang ada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat, menunjukkan birokrasi belum sepenuhnya berjalan secara efektif dan efisien. Kejaksaan Tinggi NTB merilis untuk tahun 2010 ; Total kasus korupsi yang ditangani dari 71 kasus meningkat menjadi 86 kasus korupsi – kasus tersebut tersebar dihampir semua Kabupaten/ kota yang ada di Provinsi NTB dan jumlah tersebut perkirakan Kejaksaan tinggi NTB akan terus bertambah.


 Apakah kondisi ini akan dapat mengedepankan rasa ke“ Bangga “ an atau sebaliknya Perasaan ke “ kecewa “ an dalam diri masyrakat NTB ?. Pilihan terakhir ada pada Anda masyrakat NTB ; Apakah akan Ikut “ Berbangga “ atau sebaliknya akan menunjukkan “ kekecewaan “ ??.

Belum ada Komentar untuk "Ironi, Di tengah Bangga jadi NTB"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel