Tambang dan Kenyamanan Hidup di Desa Yang Punah

 

(Permasalahan lalu lalang mobil pengangkut pasir yang cukup mengganggu dan merusak jalan).

Di awal-awal mulai beropersinya tambang pasir suara Excavator ataupun mesin air tetap menderu meski tengah malam. Bahkan suara-suara tebing yang runtuh juga menambah riuhnya  malam-malam di dusun Lengkok Lendang yang biasanya hening, sepi, terlebih lokasi tambang tersebut di bawah kuburan. Begitu juga Truk-Truk yang lalu lalang melewati jalan di tengah pemukiman warga cukup mengganggu lelap malam untuk beristirahat.

Pengelola tambang seolah tak peduli kenyamanan warga yang terganggu dengan deru mesin ataupun Truk-Truk yang lalu-lalang. Mereka seolah hanya mementingkan berapa keuntungan setiap harinya dengan semakin banyaknya Truk-Truk yang masuk. Di siang hari pun lalu lalang Truk juga cukup mengganggu ketika melewati jalan dusun sebagai satu-satunya akses untuk membawa keluar pasir. Mereka kadang tak bisa pelan dan seolah tak menghiraukan warga-warga dusun, ataupun anak-anak sekolah yang sering keluar masuk gerbang untuk berbelanja. Mereka mengejar waktu semakin cepat semakin sering keluar masuk membawa muatan dari lokasi tambang.

Debu-debu yang beterbangan akibat mereka yang tak bisa pelan menyelimuti rumah-rumah warga yang berada di pinggir jalan. Maka untuk mengatasi hal itu, warga yang rumahnya berada di pinggir jalan setiap pagi atau sore hari akan menyiram jalan agar debu tidak beterbangan ke rumah mereka ketika dilewati Truk-Truk tersebut. Bukan hanya polusi udara, polusi suara juga menjadi gangguan yang cukup membuat tidak nyaman kehidupan di dusun setelah adanya tambang pasir. Jika dulunya mobil lewat tak terlalu sering, yang membuat kenyamanan hidup di dusun cukup menenangkan.

Setelah adanya tambang tersebut lalu-lalang Truk bahkan setiap menit dan kadang membuat kemacetan karena jalan kecil yang tak bisa dilalui oleh dua truk dari arah berlawanan. Mereka harus mencari jalan yang agak lebar agar bisa berseberangan. Jalan dusun tersebut awalnya hanya tanah dan sering rusak ketika hujan deras. Barulah beberapa tahun lalu di tahun 2014 dapat bantuan jalan desa kemudian dilapisi dengan aspal kasar yang berupa bebatuan agak menyembul. Setelah itu tahun 2019 dilapisi lagi dengan aspal berupa kerikil yang lebih kecil. Sejak dilapisi aspal yang baru inilah jalan dusun tersebut sering dilewati truk-truk pengangkut material.

Di beberapa titik jalan dusun tersebut ada yang terlihat berlubang saking seringnya dilewati truk-truk pengangkut pasir tersebut. Hal itu juga disebabkan tidak adanya drainase yang memadai di kiri-kanan jalan sehingga saat hujan badan jalan ikut terkikis. Tetapi yang paling cepat merusak jalan memang lalu-lalang truk-truk pembawa material berat tersebut dengan intensitas yang cukup tinggi. Jalan-jalan berlubang bukan menjadi tanggung jawab mereka karena merasa sudah membayar pajak kendaraan dan retribusi sebagai kendaraan angkutan. Jadi jalan rusak adalah tanggung jawab pemerintah yang seharusnya cepat tanggap.

Akan tetapi sebenarnya warga bisa saja menyalahkan truk-truk pengangkut pasir dari lokasi tambang, baik atas kerusakan jalan atau karena polusi yang ditimbulkan. Mereka yang agak ugal-ugalan juga cukup mengganggu dengan deru Truk-Truk mereka yang memekakkan. Ditambah juga debu-debu yang beterbangan membuat rumah-rumah di pinggir jalan terlihat kusam dan cepat merusak cat tembok rumah. Anak-anak kecil harus selalu diawasi jika akan bermain keluar dari halaman rumah bagi warga yang rumahnya di pinggir jalan. Tak jarang beberapa kali hampir terjadi anak-anak yang bermain di jalan akan tertabrak, beruntung supirnya ada juga yang cukup awas dan anak-anak yang bermain cepat bergerak ke pinggir.

Bahkan sampai malam hari pun Truk-Truk pengangkut pasir tersebut masih beroperasi. Suasana kampung yang dulunya sepi dan menenangkan di malam harinya, kini telah kehilangan ketenangan itu dengan lalu-lalang Truk sampai tengah malam. Tak adanya regulasi yang tegas dari Kepala dusun terkait kenyamanan yang hilang dengan lalu-lalang Truk patut juga diprotes oleh warga. Terlebih ketika ada warga yang sakit dan membutuhkan suasana yang tenang, tentu akan semakin membuat tidak nyaman karena bising yang ditimbulkan.

Ketika sopir Truk berdalih motif ekonomi, kejar setoran hingga bekerja sampai tengah malam, justru semakin menguntungkan pengelola tambang. Awalnya tak ada batasan sampai jam berapapun boleh melewati jalan dusun untuk mengangkut pasir. Sampai tengah malam pun kadang tukang ronda menyetop truk yang lewat karena itu benar-benar mengganggu kenyamanan warga yang beristirahat. Para pengelola tambang yang rumahnya agak renggang dari jalan yang dilewati Truk sepertinya tidak pernah merasakan bagaimana kenyamanan yang dulunya tanpa hiruk-pikuk Truk lalu-lalang. Truk-truk pengangkut pasir tersebut jarang yang punya adalah warga dusun. Kebanyakan adalah orang luar desa yang saling infokan bahwa ada lokasi baru tempat mengambil pasir jika ada yang memesan.

Sistem pembelian pasir dari warga yang mau membangun kadang mereka tidak langsung mencari lokasi pasir, tetapi mereka memesan kepada supir truk untuk mencarikan. Supir truk kemudian mencari lokasi tambang di mana yang lebih menguntungkan bagi mereka. Supir truk luar dusun yang tak tahu bagaimana menjaga adab dan adat ketika melewati jalan perkampungan kadang tak menghiraukan itu. Hingga muncullah supir-supir truk yang sering ngebut di jalan kecil dan abai akan keselamatan dan kenyamanan orang lain ataupun pengguna jalan.

Warga yang sudah tidak nyaman dengan kondisi dusun yang hiruk-pikuk disebabkan Truk yang tak memperhatikan jam lalu-lalang, maka protes pun tak terhindarkan. Warga protes kepada kepala Dusun dan kepala Desa agar ada aturan yang tegas terkait lalu-lalang Truk pengangkut pasir. Bukan hanya polusi, ketidaknyamanan yang ditimbulkan, tetapi juga jalan rusak tak terhindarkan. Jalan berlubang dengan aspal yang terkikis menjadi penanda bahwa Truk-Truk pengangkut pasir tersebut punya andil atas kerusakan banyak hal. Tetapi tak ada yang peduli karena mereka merasa sudah cukup dengan membayar pajak dan izin sebagai kendaraan pengangkut material. Urusan jalan rusak menjadi tanggung jawab pemerintah ataupun pemerintah desa.

Tetapi tak selamanya warga diam dengan kondisi tersebut, protes yang dilayangkan pun menimbulkan kesepakatan adanya batasan jam untuk Truk pengangkut tersebut melewati jalan kampung. Mereka diberikan batas untuk lalu-lalang sampai jam 8 malam. Yang sebenarnya menjadi acuan adalah lokasi tambang pasir yang seharusnya ditutup sebelum magrib agar tidak ada lagi Truk-Truk pengangkut yang lalu-lalang. Batasan jam tersebut tidak hanya ketika mereka mengambil muatan dari lokasi tambang, tapi dari mana saja, mereka tak diperkenankan lewat setelah pukul 8 malam. Hal ini sebenarnya untuk membuat dusun kembali terasa menenangkan, tetapi ada saja Truk-Truk yang kadang lewat melebihi batas jam tersebut. Biasanya mereka berdalih karena kelamaan nunggu di lokasi tambang. Padahal lokasi tambang juga sudah disepakati jam buka dan tutupnya. Artinya mereka yang lewat melebihi batas jam tersebut tentu mengisi muatan di lokasi lain, lalu memilih jalan kampung tersebut yang lebih dekat.

Kenyamanan dan ketenangan hidup di dusun terpencil yang dulunya hanya sekali-dua dilalui mobil kini telah berubah menjadi hiruk-pikuk yang memekakkan dengan polusi udara yang cukup mengganggu. Sudah sewajarnya hal-hal yang mengganggu kenyamanan seperti itu perlu adanya nalar kritis untuk mencari kesepakatan demi kebaikan bersama. Salah satunya dengan mencari jalur alternatif yang lain melalu jalan yang tembus dusun Esot, Tanaq Tepong Desa Bandok Lauq. Begitu juga dengan kesepakatan batasan jam dibolehkannya Truk-Truk tersebut lalu-lalang, supaya tidak ada lagi istirahat warga yang terganggu.

Dengan begitu, para warga pun diharapkan akan menghargai mereka yang mencari uang sebagai supir ketika hak-hak warga juga dihargai sebagai penduduk yang dilewati. Hingga tidak ada lagi keluhan bahwa tambang pasir telah mencerabut kenyamanan dan ketenangan hidup warga dusun.***

F- Salah satu aktivitas warga Desa


Belum ada Komentar untuk "Tambang dan Kenyamanan Hidup di Desa Yang Punah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel