Potret Multikultural Berbasis Organisasi Keagamaan
(Kilas balik sempat terjadinya sentimen organisasi antara NW Anjani, NW Pancor,
Maraqitta'limat, Al Mukhtariyah, dan mulai Perlahan Infiltrasi Wahabi) di Desa Tembeng Putik
Pasca wafatnya Maulanasyaikh TGKH. M. Zainuddin Abd. Madjid
tahun 1997 M, estafet kepemimpinan NW seperti biasa dipilih melalui mekanisme
muktamar. Akan tetapi pada muktamar IX yang diadakan di Praya yang mayoritas
suara memilih Siti Raihanun sebagai ketua PB (Pengurus Besar) NW banyak yang
menolak dengan dalih pegangan mazhab Syafi'i dalam organisasi NW tidak
dianjurkan perempuan menjadi pemimpin (imam) terlebih dalam mengurus organisasi
besar seperti NW. Buntut dari hal itulah pecah dua kubu antara NW yang di
Pancor dan kubu Siti Raihanun yang memilih berhijrah ke desa Kalijaga awalnya,
sebelum kemudian menetap di Anjani hingga populer nama NW Anjani.
Konflik antara dua kubu NW tersebut tidak saja terjadi di
pusat organisasi, tetapi menyebar sampai ke jaringan bawah akar rumput. Klaim
antara NW Anjani sebagai yang paling berhak daripada NW Pancor membuat
kubu-kubu simpatisan militan turut membuat riuh suasana. Puncak konflik yang
cukup besar juga terjadi di Wanasaba, ketika Kubu Siti Raihanun mengadakan pengajian
di lapangan Wanasaba, lalu ada isu bahwa massa yang sedang mengaji akan
diserang oleh kubu NW Pancor yang sudah bersiap di salah satu madrasah NW di
dekat lapangan tempat diadakannya pengajian tersebut.
Pihak yang di dalam madrasah pun mendengar isu bahwa mereka
akan diserang dan madrasah tersebut akan diambil alih oleh kubu NW di bawah
Siti Raihanun. Konflik pun tak terhindarkan, situasi kacau membuat jamaah
pengajian kalang kabut tak karuan. Konflik bersenjata yang melibatkan dua kubu
cukup banyak memakan korban baik yang meninggal maupun yang luka-luka. Tetapi
tak ada yang secara jelas mau mengungkap berapa korban meninggal pada waktu
itu, semua disembunyikan. Semua pihak tak ada yang mau membuka suara betapa
konflik tersebut cukup menjadi tragedi yang tak terlupakan dalam sejarah
organisasi NW.
Tak terkecuali juga di dusun Lengkok Lendang maupun di desa
Tembeng Putik, konflik antara dua kubu NW ini juga sempat terjadi. Di dusun
Lengkok Lendang ada Panti Asuhan dan Lembaga Pondok Pesantren yang menjadi
basis kekuatan jamaah NW. Madrasah dan Panti Asuhan tersebut memang dirintis
oleh Maulanasyaikh sebagai inisiator pembangunan, akan tetapi penyelesaian
pembangunan tetap secara swadaya dari amal jariah masyarakat. Setelah pecahnya
NW, lembaga tersebut sempat terjadi konflik saling klaim akan berada di bawah
NW Anjani ataukah NW Pancor. Akan tetapi para tokoh masyarakat dan tokoh agama
yang berafiliasi ke NW baik Anjani maupun Pancor merasa tidak perlu dibawa-bawa
dalam konflik tersebut, sehingga lembaga itu pun tetap menyematkan label NW.
Konflik yang lebih mengkhawatirkan justru terjadi dengan
organisasi yang lain yaitu Yayasan Perguruan Al Mukhtariyah. Yayasan tersebut
didirikan oleh TGH. Afifuddin Adnan yang merupakan anak angkat dari
Maulanasyaikh dididik sejak kecil. Akan tetapi karena sempat terjadi tuduhan
bahwa TGH. Afifuddin Adnan melakukan penyelewengan ketika masih di NW, beliau
akhirnya dipecat dari NW, kemudian membangun Yayasan sendiri yang menurut
penuturan beberapa tokoh bahwa yayasan tersebut direstui Maulanasyaikh.
Beberapa tokoh NW di dusun Lengkok Lendang yang juga menjadi pengikut TGH.
Afifuddin Adnan ikut juga keluar dari NW dan menjadi pengurus di Yayasan Al
Mukhtariyah. Tokoh-tokoh tersebut merasa punya andil dalam pembangunan madrasah
dan Panti Asuhan yang ada di Lengkok Lendang. Ketika Maulanasyaikh wafat mereka
mencoba merebut lembaga-lembaga tersebut untuk berafiliasi ke Al Mukhtariyah.
Konflik sesama warga dan tokoh masyarakat hampir berujung pecahnya hubungan
sosial di masyarakat. Anak-anak dari tokoh NW yang kemudian beralih ke Al
Mukhtariyah memindahkan juga anak-anak mereka ke sekolah-sekolah yang kemudian
didirikan oleh pengurus Yasayan Al Mukhtariyah.
Ketegangan yang sempat terjadi ketika Panti Asuhan ingin
diambil alih oleh para tokoh Al Mukhtariyah. Mekanisme ilmu magis yang dikuasai
masing-masing tokoh kedua organisasi juga terjadi. Mereka saling serang dengan
secara tidak nyata, tetapi melalui hal-hal magis. Misalnya penjaga Panti Asuhan
yang di pihak NW tiba-tiba menemukan ular besar, atau tiba-tiba ada
makhluk-makhluk gaib yang berseliweran. Tetapi hal-hal seperti itu bisa
dipatahkan oleh tokoh-tokoh pihak NW, dari sana mulai marak pengijazahan
doa-doa kaifiyat, atau wirid ilmu benteng untuk melindungi. Pimpinan NW sering
turun pengajian lalu setelahnya biasanya diadakan pengijazahan doa bagi
kader-kader NW yang tangguh agar bisa melindungi diri.
Di Panti Asuhan tersebut juga dalam setiap minggu ada 4
malam yang dirutinkan untuk latihan menghidupkan wirid kaifiyat shalawat
Nahdhatain. Hal itu juga sebenarnya sebagai upaya menjaga Panti Asuhan tersebut
agar tetap ramai diisi jamaah NW, jadi masyarakat Al Mukhtariyah tidak berani
lagi mengganggu. Konflik tersebut lama-kelamaan meredup, tokoh-tokoh NW ataupun
Al Mukhtariyah sama-sama disibukkan di madrasah masing-masing. Tetapi
kecanggungan dalam masyarakat masih terjadi antara pengikut dua organisasi
tersebut. Fanatisme berorganisasi masih cukup kuat di akar rumput saat itu, dan
terus menerus didoktrinasi melalui pengajian-pengajian yang diadakan kedua
organisasi.
Fanatisme itu tak hanya membuat jarak antara para orang tua,
tetapi anak-anak mereka pun seolah ditanamkan perbedaan tersebut, bahwa
organisasi mereka yang paling baik, atau sekolah mereka yang lebih baik dari
pada sekolah organisasi yang lain. Kehidupan semakin modern, masyarakat merasa
tak ada manfaat apa-apa yang didapatkan dari fanatisme dan sentimen atas
organisasi lain, para tokoh masyarakat di masing-masing organisasi juga tak
mendapatkan apa-apa sebagai pengurus organisasi, perlahan sentimen organisasi
itu pun mulai memudar. Anak-anak mengaji atau anak-anak sekolah yang dulu
berkompetisi, kemudian mulai melebur, bermain bersama, ataupun berlomba bersama
ketika ada acara-acara lomba di peringatan hari besar Islam di masjid. Masjid
kemudian menjadi basis masyarakat yang tidak lagi terkotak-kotak karena
sentimen organisasi tersebut.
Jika dulu masyarakat merayakan acara peringatan hari besar
Islam berdasarkan organisasi, kemudian melebur melaksanaan acara perayaan bersama
di masjid. Meski sudah dilaksanakan di masjid, ada saja masyarakat
masing-masing jamaah organisasi melaksanakan lagi di mushalla-mushalla atau
sekolah yang menjadi basis organisasi. Misalnya masyarakat sudah sepakat acara
peringatan Nuzulul Qur'an dilaksanakan di masjid secara bersama-sama semua
jamaah masjid, setelah itu ada saja jamaah-jamaah organisasi yang melaksanakan
Nuzulul Qur'an lagi di mushalla dengan mengundang tokoh agama masing-masing
organisasi. Jamaah Al Mukhtariyah akan mengadakan lagi di Mushalla Al Amin,
atau di Madrasah Yayasan Al Mukhtariyah, jamaah NW akan mengadakan juga di
Pondok Pesantrennya, begitu juga jamaah Maraqitta'limat akan mengadakan juga di
Mushalla An Najah yang menjadi basis jamaah mereka.
Yayasan Maraqitta'limat ini beda lagi dengan NW dan Al
Mukhtariyah. Yayasan tersebut didirikan oleh TGH. Zainuddin Arsyad yang
berlokasi di Mamben Lauq sebagai pusatnya. Tuan Guru Zainuddin Arsyad merupakan
tokoh agama yang menimba ilmu dari madrasah Shaulatiyyah Makkah seperti halnya
Maulanasyaikh TGH. M. Zainuddin Abd. Madjid. Menurut penuturan dari salah satu
keturunan beliau, M. Rizky HK, bahwa selesai dari madrasah di Makkah, Tuan Guru
Zainuddin tidak langsung mendirikan madrasah atau yayasan, tetapi beliau
berdagang keliling Lombok. Sambil berdagang sarung, peci, baju, beliau
berdakwah melalui itu dengan mengajarkan tentang menutup aurat, berwudhu, dan
dakwah tentang hal lainnya. Bahkan di Bayan, Lombok Utara yang sering beliau
singgahi, di sana dakwah belau cukup diterima. Bahkan beliau diceritakan juga
cukup sering menginap di Bayan untuk mengajarkan ngaji. Tak heran sampai
sekarang jamaah Maraqitta'limat cukup banyak di Bayan, ada beberapa sekolah dan
perguruan tinggi juga yang dibangun untuk mendukung pendidikan umat.
Organisasi Maraqitta'limat di desa Tembeng Putik bisa
dikatakan organisasi ketiga setelah NW dan Al Mukhtariyah dilihat dari jumlah
Jamaah. Di desa Mamben Lauq yang menjadi
pusat dari Al Mukhtariyah dan Maraqitta'limat tetap lebih banyak Al
Mukhtariyah, sementara jamaah NW hanya beberapa orang saja. Tetapi jamaah
Maraqitta'limat cukup banyak di desa Mamben Daya, dan meluas sampai ke Suela,
Sembalun, di Lombok Tengah, dan juga beberapa titik di Lombok Barat.
Maraqitta'limat semakin berkembang di bawah pimpinan TGH. Hazmi Hamzar yang
menjadi penerus TGH. Zainuddin Arsyad.
Sentimen organisasi di desa Tembeng Putik antara NW dan
Maraqitta'limat syukurnya tidak berujung munculnya konflik seperti dengan Al
Mukhtariyah. Sebab dari awal Yayasan Maraqitta'limat berdiri tidak terlalu jauh
jaraknya dengan tahun berdirinya NW. Tak heran setiap perayayaan Hari Lahir
(Harlah) organisasi Maraqitta'limat jamaah dari berbagai penjuru Lombok Tumpah
ruah datang menghadiri, terutama dalam seremonial pawainya. Bahkan
Maraqitta'limat bisa dikatakan satu-satunya organisasi Islam di Lombok yang
dalam perayaannya mengakomodasi kesenian lokal untuk turut memeriahkan perayaan
hari lahir organisasi. Memang pimpinan organisasi tidak pernah meminta
kesenian-kesenian tersebut untuk ikut pawai, tetapi para jamaahnya yang
mendatangkan bermacam kesenian, seperti Gendang Beleq, kecimol, bahkan drum
band.
Terkait kecimol yang ikut meramaikan pawai, beberapa
masyarakat menilai kesenian tersebut secara moral tak elok untuk tampil di hari
lahir organisasi Keislaman. Tetapi pimpinan organisasi tak mengambil sikap,
beliau memberikan ruang untuk kesenian tampil mengekspresikan kebahagiaan
mereka. Karena kecimol sering dianggap sebagai biang kemacetan, sering terjadi
hura-hura dan mabuk-mabukkan ketika tampil di jalanan, sampai erotisme yang
ditampilkan oleh penyanyi atau penarinya. Akan tetapi perayaan hari lahir
organisasi Maraqitta'limat tetap berjalan dengan hari selanjutnya diadakan
pengajian umum.
Tak terkecuali di desa Tembeng Putik, jamaah masing-masing
organisasi cukup fanatik dengan organisasi keagamaan yang mereka ikuti.
Fanatisme itulah yang memunculkan sentimen organisasi hingga ke anak-anak
mereka. Di tahun-tahun 2000-an anak-anak mengaji ketika ada perlombaan di
masjid akan membawa identitas organisasi sebagai peserta. Begitu juga
lomba-lomba tingkat sekolah, antara NW, Al Mukhtariyah, dan Maraqitta'limat,
berpacu untuk menunjukkan anak didik mereka yang lebih unggul. Anak-anak mereka
menganggap kompetisi tersebut sebagai sesuatu yang cukup menyenangkan. Artinya,
anak-anak waktu itu (termasuk penulis) seolah menyadari bahwa ketika berlomba
itu membawa nama organisasi, bukan hanya lembaga pendidikan ataupun mushalla
tempat mengaji.
Kompetisi antar sumber daya manusia di masing-masing
organisasi juga cukup kental ketika terjadi perebutan kuasa misalnya pemilihan
kepala desa, kepala dusun, bahkan ketua pengurus masjid, atau pengurus remaja
masjid. Masing-masing organisasi akan berlomba mengusung kader-kader mereka
agar bisa menduduki posisi tersebut. Bahkan di setiap pemilihan kepala desa
pada sebelum-sebelumnya, sentimen organisasi itu seringkali mencuat. Contohnya,
di satu dusun di Lengkok Lendang, mereka akan mengusung salah seorang untuk
maju sebagai calon, namun karena calon tersebut berasal dari organisasi
tertentu, jamaah organisasi yang lain merasa tidak perlu mendukungnya, bahkan
bila perlu mereka juga mengusung calon dari organisasi mereka. Hal inilah yang
membuat tak pernah ada calon yang berhasil menang dari dusun Lengkok Lendang.
Begitu juga dengan dusun-dusun yang lain, mapannya doktrin organisasi seolah
memuculkan sekat-sekat di masyarakat.
Akan tetapi perlahan sentimen itu pun memudar dan bahkan
hilang. Anak-anak dari organisasi Al Mukhtariyah, ataupun Maraqitta'limat mulai
banyak yang kuliah di kampus-kampus milik NW, fanatisme organisasi tersebut
mulai mencair. Tak ada lagi yang menonjolkan identitas organisasi, tetapi yang
ditonjolkan adalah kebersamaan dalam masyarakat untuk saling membantu dan
bersatu. Mushalla-mushalla tempat anak-anak belajar mengaji tidak hanya diisi
satu identitas organisasi, tetapi siapapun boleh ikut belajar mengaji.
Banyaknya organisasi di desa yang kecil ataupun di dusun
dengan warga yang tidak terlalu banyak yang awalnya memicu munculnya
sekat-sekat dalam masyarakat, tetapi kemudian hal itu berubah menjadi spirit
berlomba-lomba dalam kebaikan. Tak ada lagi satu identitas organisasi yang
mengadakan pengajian lalu yang lainnya tak mau hadir, tetapi siapapun yang
dihadirkan untuk mengisi pengajian, tidak dilihat dari organisasi mana, tetapi
semua harus hadir turut mendukung terlaksananya acara secara baik.
Sentimen-sentimen organisasi yang muncul ketika masyarakat
masih fanatik justru dimanfaatkan oleh kalangan Wahabi untuk mendoktrinasi
jamaah-jamaah organisasi yang saling membuat jarak. Cukup banyak anak-anak dari
orang tua yang di NW kemudian beralih paham menjadi Wahabi, mulai dengan
menggunakan cadar bagi si perempuan, kening hitam, dan jenggot yang panjang
bagi si laki-laki. Hal ini tidak disadari juga oleh elit-elit organisasi,
mereka terlalu sibuk ngurus di pusat (center) lalu melupakan yang pinggiran
(periferi).
Padahal semestinya dengan pengajian-pengajian rutin diadakan
di tengah-tengah masyarakat yang di pinggiran, tentu loyalitas jamaah pada
organisasi juga akan cukup mapan. Tetapi organisasi-organisasi keagamaan
tersebut merasa tidak mempunyai tanggung jawab moral atas hal itu. Maka tak
heran masyarakat kemudian juga merasa tak punya kewajiban untuk terus patuh dan
terkungkung di bawah organisasi-organisasi yang didominasi elit-elit mereka
yang semakin menikmati hasil.
Multikulturlitas berbasis organisasi inilah yang turut
membangun dinamika sosial kemasyarakatan di desa Tembeng Putik, dan dusun
Lengkok Lendang secara khusus. Dari yang awalnya sentimen organisasi bahkan
hampir terjadi konflik, saat ini berubah menjadi bahu-membahu untuk kesatuan,
kebersamaan dan kenyamanan di lingkungan. Tak ada lagi yang menonjolkan diri
sebagai identitas suatu organisasi tertentu.
Belum ada Komentar untuk "Potret Multikultural Berbasis Organisasi Keagamaan"
Posting Komentar