Perencanaan Pembangunan ( Musrenbang ) Bukan Sekedar Lomba Pidato...?
Musrenbang Berbasis Kearifan Lokal..!
Dalam beberapa dasa warsa belakangan ini, istilah "kearifan lokal" (local wisdom), kerap kali muncul menjadi sebuah parameter penting dalam menilai kinerja pembangunan yang dilakoni.
Banyak kalangan yang berpendapat bahwa pembangunan yang dilakukan mesti lah mempertimbangkan "kearifan lokal". Pembangunan yang ditempuh, harus selalu berbasis pada nilai-nilai "adiluhung" yang selama ini tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Itu sebab nya, mengapa para perencana pembangunan di negeri ini, sebaik nya mereka yang memahami dan menghayati dengan baik : apa sebetul nya yang dimaksud dengan "kearifan lokal" itu dan bagaimana pula mereka mampu memaknai nya secara cerdas.
Sebagai nilai yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan suatu masyarakat, kearifan lokal, memang perlu dijadikan sebagai modal dasar pembangunan yang akan dikembangkan. Pembangunan sudah bukan masa nya lagi dirancang hanya secara "top down approach", namun yang nama nya "bottom up approach", penting juga untuk dijadikan sebagai salah satu pilihan strategis perancangan proses pembangunan.
Skenario perencanaan pembangunan yang selama ini dikenal dengan sebutan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), boleh jadi membutuhkan penataan yang lebih baik. Semangat untuk merevitalisasi Musrenbang, baik tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi dan Pusat, sangatlah tepat untuk dilakukan, khusus nya yang terkait dengan aspek teknis pelaksanaan nya.
Kesan bahwa Musrenbang tak ubah nya seperti "lomba pidato" nya para pejabat, rupa nya sudah sangat sering mengedepan dan menjadi perbincangan yang cukup mengasyikan diberbagai kalangan. Hakekat "musyawarah" nya sendiri kelihatan belum dapat diwujudkan.
Musyawarah lebih mengemuka hanya sebagai "justifikasi" atas sebuah program yang digelindingkan. Justru yang lebih banyak terjadi adalah wejangan dan petunjuk dari para pejabat di tingkatan nya masing-masing, yang terkadang lupa bahwa apa-apa yang telah dipidatokan itu, relatif tidak terlampau dipahami oleh masyarakat.
Rakyat yang umum nya diwakili oleh tokoh masyarakat, baik formal atau non formal, tampak hanya menjadi penonton setia perhelatan Musrenbang yang selama ini rutin dilaksanakan. Di beberapa daerah, pengertian "rutinitas", bukanlah cuma acara nya, namun mereka yang hadir dan diundang untuk mengikuti Musrenbang pun ya itu-itu juga orang nya.
Boleh dikata, Musrenbang adalah reuni tahunan diantara para pemegang kepentingan yang dibiayai oleh anggaran Pemerintah.
Revitalisasi Musrenbang sudah saat nya dilakukan. Pandangan sebagian anak bangsa yang menilai bahwa penyelenggaraan Musrenbang masih belum mengena pada cita-cita yang ingin diraih nya, sudah saat nya menjadi percik permenungan kita bersama.
Paling tidak, ada beberapa hal yang dapat dijadikan "pisau analisa" dalam kesungguhan kita guna melakukan "pembedahan" terhadap konsep dasar diadakan nya kegiatan Musrenbang itu sendiri. Pertama adalah sehubungan dengan ada nya kesan bahwa Musrenbang hanyalah sekedar program rutin yang harus dilakukan sebagai resiko dari ada nya Badan Perencanaan Pembangunan, baik Nasional atau Daerah.
Dari sini berkembang lah isu bahwa Musrenbang adalah "hajatan" nya Bappenas atau Bappeda. Kedua adalah ada nya penilaian bahwa Musrenbang tak ubah nya laksana "lomba pidato" para pejabat di hadapan warga masyarakat nya. Istilah dan makna musyawarah nya sendiri sukar untuk diwujudkan. Pesan yang disampaikan para pejabat cenderung monolog.
Kalau pun dibangun sebuah dialog, kesan nya lebih berbumbu basa basi semata. Ketiga, Musrenbang yang selama ini berlangsung, belum dilengkapi oleh sebuah instrumen yang terukur guna mengawal aspirasi yang mengemuka dari masyarakat.
Hal ini penting dicatat, agar usulan-usulan yang selama ini sudah disampaikan, tidak terulang lagi diusulkan pada tahun-tahun berikut nya, sekali pun dapat dipahami bahwa usulan atau aspirasi yang dikemukakan, ujung-ujung nya hanya tercatat sebagai sebuah "shopping list" semata. Keempat, Musrenbang yang digelar, seolah-olah belum mampu mengajak para peserta nya untuk terlibat secara aktif dan menjadikan Musrenbang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan nya. Yang terjadi adalah seperti ada nya "rasa terpaksa" dari sebagian peserta yang diundang.
Bahkan tidak jarang kita mendengar kata hati peserta Musrenbang yang berceloteh bahwa undangan Musrenbang ini mengganggu hari libur mereka.
Suka atau pun tidak, revitalisasi Musrenbang, memang penting untuk dilakukan dan ditempuh secara mendasar. Penyelenggaraan Musrenbang tetap harus berbasis pada "kearifan lokal" yang tumbuh di kalangan masyarakat. Apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat, tentu harus dicermati secara serius.
Kita tidak boleh menyamakan dan menggeneralisasikan semua daerah menjadi sebuah paket kegiatan Musrenbang. Akan lebih cantik jika Musrenbang yang digelar itu, benar-benar menapak pada apa-apa yang menjadi dambaan masing-masing daerah. Pola yang sekarang kita lakukan adalah pola yang "one way trafick". Demokrasi panggung menjadi terlihat secara kasat mata.
Bagaimana kalau pola nya dibalik. Di satu sisi, biarkan masyarakat yang pidato dan mengungkapkan aspirasi nya, sedangkan di sisi lain para pejabat yang mendengarkan dan mencatat serta memperjuangkan nya.
Musrenbang berbasis kearifan lokal, diharapkan mampu membawa angin segar dalam merancang sebuah skenario perencanaan pembangunan.
Mudah-mudahan pengalaman Musrenbang yang kita ikuti selama ini, baik di tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Nasional, mampu menjadi "kepustakaan" yang baik, ketika kita diminta untuk menyampaikan berbagai pemikiran terkait dengan revitalisasi Musrenbang. Insya Allah kita mengarah kepada suasana yang lebih baik, berkarakter dan cerdas.
Salam
Belum ada Komentar untuk "Perencanaan Pembangunan ( Musrenbang ) Bukan Sekedar Lomba Pidato...?"
Posting Komentar