KePemimpinan Yang Abai
( Oleh : AHMAD YANI – Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Mataram }.
Tepatnya pada tanggal 20 Okober 2009 Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono di lantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Pasangan yang di Usung oleh Partai Demokrat dan Gabungan Partai lainnya ( PPP, PAN, PKB, PKS ) di lantik di depan Sidang Paripurna Majelis Permusyratan Rakyat ( MPR ) sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk Masa Bhakti 2009 s/d 2014.
Pasangan tersebut dipilih secara langsung oleh Rakyat lewat Pemilu Pilpres secara langsung. Dan Pasangan SBY dan Boediono terpilih dengan Persentse perolehan suara yang cukup tinggi sebesar 60,5 % dan mampu mengungguli pasangan kandidat lainnya ( Pasangan Megawati Soekarno Putri – Prabowo Subianto , dan Pasangan Jusuf Kalla – Wiranto ).
Perolehan Persentase suara yang cukup tinggi diperoleh Pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih ( SBY – Boediono ), menunjukkan adanya Optimisme, Harapan dan Ekspektasi yang sangat tinggi dari Rakyat terhadap Presiden dan Wakil Presiden untuk bisa membawa kehidupan Rakyat menjadi semakin sejahtera dan Berpihak kepada kepentingan Rakyat.
Memasuki hampir 1 tahun masa kerja kepemimpinan Pasangan SBY dan Boediono, hampir dapat dipastikan kinerja yang ditunjukkan oleh Pasangan tersebut jauh dari apa yang selama ini mereka janjikan kepada Rakyat selama kampanye berlangsung. Pasangan yang mengusung slogan kampanye Lanjutkan, menjanjikan kehidupan kita berbangsa dan bernegara akan semakin baik untuk periode kedua kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.
Kemiskinan akan semakin dikurangi, Lapangan Pekerjaan akan ditingkatkan, Pemberantasan Korupsi akan semakin digalakkan, Keadilan hukum akan ditegakkan, Kebijakan Pemerintah yang akan lebih berpihak kepada Rakyat (Pro Rakyat ) dan Masih banyak janji Politik lainnya yang di janjikan kepada Rakyat.
sudah sepatutnya dan sepantasnya Rakyat pemilik kedaulatan di negeri ini untuk menuntut dan menagih janji yang di sampaikan pasangan tersebut.
Janji politik pasangan tersebut dalam masa kampanye merupakan kewajiban yang harus ditunaikan dan dilaksanakan oleh Pemimpin terpilih sebagai bentuk pertanggungjawaban Moral Pemimpin kepada Rakyat yang telah memberikan suaranya dan menyerahkan segala persoalan yang di hadapinya rakyatnya serta pengelolaan negeri ini ke tangan mereka. Dan ini sebagai salah satu bentuk Pendidikan Politik yang tercerahkan bagi Rakyat dan kontrol langsung dari Rakyat
Tapi realitas yang terjadi dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara saat ini, Jauh Panggang dari Api. Optimisme, Harapan dan Ekspetasi yang tinggi terhadap pasangan tersebut yang terlihat dari persentase perolehan suaranya, kian hari semakin tergerus dengan ketidakmampuannya mengatasi berbagai Problematik kehidupan bangsa dan negara. Kepemimpinan yang lemah mengakibatkan berbagai Problema yang terjadi kian kompleks, Rumit, datang silih berganti dan terkesan dilakukan pembiaran terhadap Problema tersebut.
Jika hal tersebut dibiarkan berlarut-larut tentunya – ibarat Bom Waktu yang akan siap Meledak, dan dapat merusak dan mengoyak-mengoyak kehidupan kita sebagai sebuah bangsa.
Dewasa ini kita di sungguhkan berbagai Persoalan yang terjadi, yang tidak mampu di atasi dan diselesaikan secara tuntas dan berkeadilan. Mulai dari Kasus yang menimpa Wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) Bibit – Chandra – Kasus kriminalisasi ketua KPK merupakan salah satu Upaya dan Strategi sistematik untuk melakukan Pelemahan dan Penggembosan terhadap lembaga – yang banyak dipercaya oleh Rakyat sebagai lembaga yang Sungguh-sungguh dan Konsisten untuk melakukan Pemberantasan korupsi yang sudah membudaya di berbagai lini kehidupan kita berbangsa dan bernegara.
Bail-Out ( Dana ) talangan yang dilakukan oleh Pemerintah pada tahun 2008 kepada Bank Century dengan alasan untuk menyelamatkan kondisi ekonomi nasional dari gunjangan krisis ekonomi Global – tiba-tiba Bailout tersebut oleh beberapa pihak dan dikuatkan oleh hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan ( BPK ) sebagai kebijakan yang Melannggar hukum. Bahkan Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan BailOut Century sebagai bentuk perampokan Sistematis terhadap Uang negara. Sontak saja kasus tersebut langsung menohok Pusat kekuasaan ( Istana ). Kasus century disebut-sebut sebagai Skandal keuangan yang dilakukan oleh Pusat kekuasaan – untuk mempersiapkan diri bagi suksesi Pemilu 2009. Kasus tersebut membuat getar getir pemerintahan SBY – Boediono yang baru berusia beberapa bulan, karena Boediono Sang Wakil Presiden dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap kasus tersebut.
Untuk merespon kasus tersebut DPR membentuk Panitia Khusus ( Pansus ) Hak Angket untuk melakukan proses penyelidikan – hasil proses penyelidikan menyimpulkan kebijakan BailOut / Dana talangan ke Bank Century melanggar Hukum dan mereka yang terlibat harus di Proses secara Hukum – termasuk Wakil Presiden Boediono yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Tidak tanggung-tanggung kasus tersebut mengakibatkan kerugian Keuangan negara sebesar 7,5 Triliun Rupiah, Angka yang cukup Pantastis ditengah beban keuangan negara yang semakin Sulit.
Tapi dua kasus besar tersebut yang banyak menyita perhatiaN Publik, hingga kini dan tidak ada kejelasan Penyelesaian dan penuntasannya. komitmen pemerintah untuk menegakkan keadilan bagi siapa saja yang melanggar hukum masih sebatas Lips Service. Hukum hanya bertaring kepada Rakyat kecil yang tidak punya kuasa dan modal, tetapi tumpul ketika berhadapan dengan Mereka yang punya Kuasa dan Modal. Apa Inikah sebuah negara yang dinamakan berkeadilan.?. Rakyatlah yang menjawabnya.
Belum selesai dan tuntas beberapa persoalan Problematika bangsa ini, Muncul lagi beberapa persoalan yang mengoyak-oyak rasa keadilan kita berbangsa dan bernegara. Mafia Hukum istilah yang tidak asing lagi dikalangan Publik karena Gencarnya pemberitaan di berbagai media Massa, terhadap sepak terjang para Mafia Hukum dalam berbagai tindak kejahatan yang mereka lakukan, Mulai dari Kasus Manipulasi Pajak, Mafia Peradilan, dan tindakan berbagai kejahatan hukum lainnya. Tentunya itu semua dapat terjadi karena adanya Perselingkuhan dan Persekongkolan antara Para Aparatur negara dan Para pelaku kejahatan hukum yang punya kuasa Modal.
Ini salah satu bentuk betapa Rapuhnya mental para Aparat negara / Birokrat, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam proses penegakkan keadilan hukum dan tulang punggung pelayanan masyrakat. Pertanyaanya kemudian di dalam benak penulis ? kenapa sampai begitu rapuhnya Mental Para aparat negara/ Birokrat di negara ini – tanpa penulis menapikkan para Aparat negara yang masih bermental baik. Pertanyaannya akan penulis jawab pada akhir tulisan ini.
Sebuah kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah dan berimplikasi luas kepada Rakyat, tentu harus di dasarkan kepada Konsep yang jelas, terencana, sesuai standar kelayakan dan tidak akan berdampak kepada keselamatan masyrakatnya sendiri. Itulah yang terjadi dengan kebijakan Konversi dari Minyak Tanah kepada Gas LPJ yang dilakukan oleh Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Ini merupakan kebijakan yang salah Kaprah, tidak tepat alias kebijakan yang sembrono dan
serampangan. Semestinya sebelum kebijakan Konversi dari Minyak tanah ke Gas LPJ dilakukan oleh Pemerintah, terlebih dahulu siapkan konsep yang jelas, terukur dan terencana, sistematis dan tentunya tidak akan menimbulkan Implikasi persoalan yang serius di kemudian hari, Apalagi sampai menjadikan Rakyatnya sebagai Korban atas kebijakan tersebut. Kebijakan konversi yang tidak tepat, salah kaprah, sembrono dan serampangan – Mengakibatkan beban Penderitaan dan kesulitan rakyatnya semakin Meningkat, yang memang sudah terhimpit dan terbebani dengan berbagai penderitaan dan kesulitan yang sebelumnya sudah mendera, Mulai dari harga sembako yang tidak terjangkau bagi Rakyat, Lapangan Pekerjaan yang kiat sulit, Biaya kesehatan dan Pendidikan yang kian melambung tak terkendali, Lumpur lapindo, Kemiskinan dan kesenjangan sosial yang kian Melebar dan sederet berbagai penderitaan lainnya.
serampangan. Semestinya sebelum kebijakan Konversi dari Minyak tanah ke Gas LPJ dilakukan oleh Pemerintah, terlebih dahulu siapkan konsep yang jelas, terukur dan terencana, sistematis dan tentunya tidak akan menimbulkan Implikasi persoalan yang serius di kemudian hari, Apalagi sampai menjadikan Rakyatnya sebagai Korban atas kebijakan tersebut. Kebijakan konversi yang tidak tepat, salah kaprah, sembrono dan serampangan – Mengakibatkan beban Penderitaan dan kesulitan rakyatnya semakin Meningkat, yang memang sudah terhimpit dan terbebani dengan berbagai penderitaan dan kesulitan yang sebelumnya sudah mendera, Mulai dari harga sembako yang tidak terjangkau bagi Rakyat, Lapangan Pekerjaan yang kiat sulit, Biaya kesehatan dan Pendidikan yang kian melambung tak terkendali, Lumpur lapindo, Kemiskinan dan kesenjangan sosial yang kian Melebar dan sederet berbagai penderitaan lainnya.
Dan yang lebih memperihatinkan lagi kebijakan tersebut telah mengakibatkan kerugian Material dan Jiwa yang tidak sedikit, dari Ledakan akibat tabung Gas LPJ yang di berikan Pemerintah. Dari catatan Media massa telah hampir terjadi lebih dari 133 kali ledakan tabung Gas LPJ di seluruh tanah Air, dengan Korban Jiwa yang meninggal sebanyak 60 orang, korban luka-luka atau cacat seumur hidup sebanyak 103 orang dan kerugian harta benda ( Rumah terbakar dan hancur ) yang kerugiannya ditaksir mencapai Ratusa Jutaan Rupiah.
Semua itu menimpa dan terjadi kepada Rakyat kecil yang tidak bersalah dan berdosa. Padahal sudah jelas dan terang benderang dalam konstitusi negara, Pemerintah berkewajiban untuk melindungi Warga negaranya dari berbagai hal yang mengancam jiwa dan keselamatan mereka.
Problematika bangsa yang tidak kunjung selesai dan tuntas, Akibat dari tidak adanya Kemampuan dan Political Will ( Kemauan Politik ) yang sungguh-sungguh dan serius dari Pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang sedang membelit Rakyatnya dan Malah menurut Pendapat penulis terkesan sekali Pemerintah melakukan Proses Pembiaran terhadap berbagai persoalan tersebut, Walaupun telah menimbulkan berbagai Korban dan kerugian baik Jiwa Maupun material yang tidak sedikit dikalangan Masyrakat. Tidak adanya Keteladanan dan Kepemimpinan ( Leadership ) yang kuat yang ditunjukkan oleh Pemerintah dalam melakukan penegakkan keadilan hukum dan menjalankan peraturan berbagai PerUndangan-undangan yang berlaku, Sehingga Para Aparatur Negara / Birokrat, yang seharusnya menjalankan Fungsi-fungsi Penegakkan berbagai PerUndangan-undangan atau berbagai Kebijakan Pemerintah dan Pelayanan kepada Masyrakat. Malah justru, mereka terjebak kepada Pragmatisme sempit, yang memanfaatkan berbagai celah hukum dan Peraturan PerUndangan-Undangan yang ada untuk memperoleh dan mendapatkan keuntungan secara Pribadi.
Walaupun hal tersebut dengan melakukan Penindasan dan Perampasan terhadap hak-hak Rakyat. Untuk Periode Kepemimpinan yang ada saat ini, tampaknya Rakyat tidak perlu untuk terlalu berharap akan datangnya Perubahan dan kemajuan yang mendorong kepada Peningkatan kesejahteraan bagi Rakyat, selama Kepemimpinan di negeri yang tercinta ini masih menunjukkan Pola kepemimpinan yang Lambat, Ragu-ragu dan Kurang Responsif terhadap Persoalan dan Penderitaan yang Menimpa Rakyaknya.
Oleh sebab itu, Penulis menghimbau kepada berbagai element bangsa ini untuk saatnya Bergerak untuk melakukan transformasi kepemimpinan, yang kemudian mendorong lahirnya kepemimpinan yang Tegas, Adil dan Berani dalam menjawab berbagai Problematika yang sedang membelit kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Tuhan Berfirman : “ Allah tidak akan merubah Keadaan suatu kaum sebelum kaum itu sendiri bergerak untuk merubah keadaannya “. Saatnya Rakyat Bergerak Tuntaskan Perubahan…..Salam Perubahan………
Belum ada Komentar untuk "KePemimpinan Yang Abai"
Posting Komentar