PARADE KEMISKINAN

Penulis : Ahmad Yani ( Pemerhati Masalah Sosial, Ekonomi & Politik )

 Setiap memasuki hari Raya Idul Fitri – Bangsa ini akan disuguhkan dengan Parade Kemiskinan. Tragedi tewasnya Tuna netra Joni Malena akibat berdesak – berdesakkan di depan Istana Merdeka untuk Bersilaturahmi dengan Keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan untuk mengharapkan sedikit Hadiah Lebaran dari Keluarga Presiden. 

Di berbagai daerah Parade Kemiskinan kian menunjukkan Eksistensinya, Acara Pembagian Sembako Gratis dan Sedekah yang biasanya digelar menjelang hari Raya Idul Fitri selalu di padati beribuan Warga Miskin – Acara tersebut tidak jarang menimbulkan korban Luka-luka dan Jiwa di kalangan Warga Miskin akibat berdesak – desakkan karena ketidaksabaran para warga Miskin untuk menunggu giliran mendapatkan pembagian sembako gratis dan sedekah dari mereka yang punya hajat, seperti yang terjadi di Surabaya, semarang, Jakarta dan sejumlah kota lainnya di Indonesia. 

Parade Kemiskinan menjelang hari Raya Idul Fitri tidak hanya menjadi Monopoli kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dan kota besar lainnya yang memang tingkat Kemiskinan Warganya sangat tinggi dan tingkat kesenjangan Sosial wargannya kian Melebar – tetapi Parade Kemiskinan kian menunjukkan Eksistensinya yang Agresif, Masif dan Meluas – terlihat dari Parade Kemiskinan yang juga hampir selalu terjadi di kota – kota kecil lainnya di tanah Air. Tentunya masih segar dalam ingatan Publik, dengan Peristiwa tewasnya tujuh Warga Miskin di Jombang Jawa timur Menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun Kemarin, akibat berdesak – desakkan dan terinjak – injak sesama Warga Miskin lainnya yang sedang Antri untuk Mendapatkan Pembagian Sedekah – yang nilai Nominalnya tidak seberapa dan harus di bayar dengan korban jiwa dari Warga. 


Inilah sekelumit Potret Parade Kemiskinan di tanah Air yang Kian Nyata, Ganas dan Absolut yang sudah Merambah ke berbagai daerah dan kota, bahkan Parade Kemiskinan yang selalu hampir terjadi setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri kian Menunjukkan Keganasan dan Kengeriannya di depan Istana Negara. 

 Kemiskinan dari Waktu ke Waktu akan terus memakan Korban. Tragedi Daeng Basse, seorang ibu yang sedang hamil tujuh bulan Meninggal dunia bersama anaknya yang baru berusia lima tahun di kota Makasar. Kematian istri dan anak dari tukang becak tersebut menderita gizi buruk, karena mereka tidak makan tiga hari lalu terserang diare akut. Hal yang sama juga terjadi pada Darniati, juga istri seorang tukang becak di kota Makasar. Keluarganya tidak mampu membawa istrinya ke Rumah Sakit, karena tidak memiliki Uang. 

Demikian halnya juga terjadi pada dua orang ibu di Pekalongan dan Malang yang tega Membunuh anak – anak mereka karena tekanan ekonomi yang mengimpit keluarga mereka. Pada tahun 2006, lembaga PBB UNICEF pernah mengeluarkan hasil Survey yang menyebutkan bahwa 10 anak Indonesia meninggal setiap menit karena kekurangan gizi. Dan masih banyak lagi Korban – Korban dari tragedi Kemiskinan lainnya di Negeri ini yang tidak Penulis Paparkan.

 Kebijakan Pemerintah yang tidak Pro terhadap Rakyatnya ( Pencabutan berbagai Subsidi untuk Rakyat ) dan tidak Memiliki Rasa Empati mendalam terhadap Kemiskinan warganya – Meningkatnya harga – harga kebutuhan Pokok kian menambah Parah Tragedi Kemiskinan yang ada. Negara yang gagal memerangi Kemiskinan adalah negara yang jahat karena telah membiarkan Rakyatnya di Mangsa oleh Kemiskinan – Negara bergerak secara pasti menuju Negara gagal ( Failed State ). 

Kejahatan Negara bertambah hebat ketika Penyebab Kemiskinan itu adalah Praktek – Praktek Korupsi, Suap dan Sogok yang dilakukan oleh Aparat Negara. Banyak Pengamat menyatakan data statistik tentang Kemiskinan di Indonesia tidak Valid dan tidak dapat di Percaya. Bahwa indonesia saat ini hanya bisa mengandalkan data dari BPS yang sebenarnya tidak bisa dipakai untuk Poverty Targeting. Data BPS secara Inheren dirancang untuk melihat kecenderungan kemiskinan yang diukur melalui suatu garis kemiskinan. Meskipun begitu membahas masalah kemiskinan di Indonesia, data – data dari BPS mau tidak mau harus dipakai karena tidak ada pilihan lain kecuali menggunakannya. Hal ini menunjukkan seberapa rendah asumsi yang dipakai Pemerintah ( dalam hal ini BPS ) dalam menentukan garis kemiskinan. 

 Padahal kalau kita ingin melihat dengan level yang lebih luas lagi, yaitu Standar Internasional, Bank Dunia sendiri menetapkan bahwa seorang dianggap Miskin jika Pendapatannya di bawah USD 2 ( Dua dollar Amerika Serikat ) yang berarti jika kita ubah ke dalam Kurs Rupiah Yaitu sekitar Rp 20.000 per orang per hari ( 1 USD = 10.000 ) atau sekitar Rp 600.00 per bulan. Artinya jika Standar Kemiskinan ini dipakai di Indonesia, akan jauh lebih banyak lagi ( Sekitar 49 % atau 109 juta jiwa ) orang yang berada di bawah garis kemiskinan ( Basri, 2007 ). Tingkat keadaban dan Peradaban suatu bangsa bisa diukur dari kemampuan negara tersebut untuk memenuhi kebutuhan dasar Rakyatnya. 

Semakin banyak kebutuhan dasar Warganya yang terpenuhi seperti Sandang, Pangan dan Papan, Pendidikan, dan kesehatan maka kian beradablah bangsa itu. Bagi negara yang tergolong beradab, kebutuhan dasar Warganya tidak lagi menjadi Persoalan. Tidak ada warga negaranya yang mati karena Kelaparan atau Mati karena kedinginan lantaran tak memiliki Pakaian. Masalah Kemiskinan sesungguhnya adalah Bukti gagalnya Pembangunan. Kemiskinan terus menjadi Masalah Fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai National State, sejarah sebuah negara yang salah memandang dan Mengurus Kemiskinan. Dalam negara yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan.

Belum ada Komentar untuk "PARADE KEMISKINAN"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel